http://daenkblog.blogspot.com

Kamis, 26 April 2012

Selasa, 15 November 2011

Bab II. Kurang Energi Protein (KEP)

 Pendahuluan

KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.
Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energi dan Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit.
Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem).
Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat ± 1 milyar penduduk dunia yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik. Disamping itu masih ada ± 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan secara normal.

Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat.
 Besar dan Luas Masalah KEP
Dari berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa KEP merupakan salah satu bentuk kurang gizi yang mempunyai dampak menurunkan mutu fisik dan intelektual, serta menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya resiko kesakitan dan kematian terutama pada kelompok rentan biologis. Pengejawantahan KEP terlihat dari keadaan fisik seseorang yang diukur secara Antropometri.
Besar dan luasnya masalah KEP pada balita di tingkat propinsi dan nasional sudah tersedia secara periodik melalui SUSENAS modul kesehatan dan gizi. Analisis masalah KEP pada balita berdasarkan data Susenas 1989, 1992, dan 1995 menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat penurunan prevalensi KEP total dari 47,8% tahun 1989 menjadi 41,7% tahun 1982 dan 35% pada tahun 1995. Di sisi lain, prevalensi gizi lebih meningkat dari 1,1% tahun 1989 menjadi 2,4% tahun 1992 dan 4,6% pada tahun 1995.

Keadaan gizi balita yang tinggal di pedesaan cenderung lebih buruk dibanding balita yang tinggal di perkotaan; dan keadaan gizi balita perempuan relatif lebih baik dibanding balita laki-laki. Pada tingkat makro, besar dan luasnya masalah KEP sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi secara keseluruhan. Peningkatan angka prevalensi KEP pada balita, dari data Susenas, seiring sejalan dengan menurunnya jumlah penduduk dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan. Dengan perkataan lain, anggota rumahtangga dari kelompok rawan biologis sekaligus memberikan gambaran ketersediaan pangan, dan rawan biologis memiliki resiko kurang energi protein.
Pada tingkat mikro (rumah tanggat/individu), tingkat kesehatan terutama penyakit infeksi yang juga menggambarkan keadaan sanitasi lingkungan merupakan faktor penentu status gizi. UPGK dan Posyandu merupakan program yang secara khusus dilaksanakan untuk menurunkan prevalensi KEP. Peningkatan kedua program ini berdampak positif untuk menurunkan prevalensi KEP. Meskipun demikian keterlibatan aktif masyarakat, organisasi wanita, LSM dan perbaikan keadaan ekonomi mempunyai andil yang besar di dalam keberhasilan meningkatkan status gizi balita.
Kegiatan utama program UPGK (dari aspek gizi) yang dilaksanakan sampai saat ini berupa penimbangan balita, penyuluhan gizi (KIE), peningkatan pemanfaatan pekarangan, pemberian makanan, pemberian oralit, pemberian kapsul vit.A takaran tinggi, pemberian pil besi kepada ibu hamil. Kegiatan ini melibatkan beberapa lembaga terkait yang mempunyai tugas dan tanggung jawab saling menopang untuk keberhasilan program. Pelaksanaan di tingkat desa atau di tingkat yang lebih kecil dikoordinasikan dalam bentuk Posyandu.
Keterlibatan masyarakat sangat diharapkan dan sekaligus menentukan di dalam pembentukan dan pelaksanaan Posyandu. Hal ini disebabkan keterbatasan tenaga kesehatan yang tersedia dan luasnya. Dengan demikian, peran kader desa yang telah dilatih serta tokoh masyarakat setempat sangat menentukan kelangsungan pelaksanaan posyandu.

Sumber : Aritonang E. 2004. Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition). http://respiratory.usu.ac.id/

Minggu, 06 November 2011

Bab I. Penyakit Gizi

Masalah kurang gizi memang sudah banyak terjadi di beberapa Negara berkembang termasuk di Indonesia. Melihat sumber dana yang terbatas yang tersedia pada Negara-negara berkembang dan menumpuknya kebutuhan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan. Masalah kurang gizi juga telah dinyatakan sebagai masalah utama kesehatan dunia dan berkaitan dengan lebih banyak kematian dan penyakit yang disebabkan oleh masalah kurang gizi tersebut. Walaupun telah banyak dilakukan penyuluhan tentang masalah kurang gizi namun masih banyak masyarakat yang mengalami masalah gizi.

Berikut ini adalah beberapa jenis penyakit yang berkaitan dengan masalah gizi yaitu :
1. Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)
2. Busung Lapar
3. Penyakit Kegemukan (Obesitas)
4. Defisiensi Iodium
5. Xeropthalmia (Defisiensi Vitamin A)
6. Defisiensi Vitamin B1
7. Defisiensi Vitamin B2
8. Defisiensi Vitamin B3
9. Defisiensi Vitamin B12
10. Defisiensi Vitamin C
11. Defisiensi Vitamin D
12. Defisiensi Vitamin E
13. Defisiensi Vitamin K
14. Defisiensi Kalsium (Ca)
15. Defisiensi Besi (Fe)

Faktor utama penyebab penyakit-penyakit gizi tersebut adalah masalah intake zat gizi pada makanan yang dikonsumsi. Kekurangan intake gizi pada makanan paling sering dialami terutama bagi yang mengalami penyakit kurang energi dan protein (KEP). Kelebihan intake gizi juga dapat memberikan dampak negatif seperti kegemukan atau obesitas. Penyakit defisiensi zat gizi biasanya disebabkan oleh tidak seimbangnya intake zat gizi pada makanan yang dikonsumsi. Selain faktor intake zat gizi, ada pula beberapa faktor yang dapat menyebabkan penyakit gizi, yaitu :

1. Pola makan 
Protein adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Contoh : Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Gaya hidup modern dengan perkembangan IPTEK dimana terjadinya arus moderenisasi yang membawa banyak perubahan pada pola hidup masyarakat.

2. Faktor sosial 
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial, dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor pendidikan
Penyakit gizi juga bisa disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang gizi di kalangan masyarakat yang pendidikannya relatif rendah.
4. Faktor ekonomi
Kurangnya pendapatan ekonomi suatu keluarga dapat berdampak pada kurangnya pemenuhan kebutuhan sehari-hari terutaman pangan, sehingga asuupan gizinya juga akan kurang.
5. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara Malnutrisi Energi Protein (MEP) dengan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Sebaliknya, MEP dalam derajat ringan pun akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.

Sumber :
Hamid Z. 2009. Penyakit Gizi Salah. http://zaifbio.wordpress.com/. [7 Nov 2011].


Kamis, 03 November 2011

Prolog

Salam kenal saudara sebangsa setanah air. Saya Zaenudin mahasiswa tingkat akhir S1 Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Pada beberapa saat ke depan saya mencoba berbagi kepada saudara sebangsa setanah air mengenai masalah gizi, terutama masalah gizi yang berkaitan dengan kesehatan.

Pada dasarnya gizi merupakan ilmu tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal/ tubuh. Akan tetapi seiring dengan perkembangan jaman ilmu gizi semakin berkembang ke dalam berbagai bidang, seperti masalah gizi dan kesehatan, manajemen dan jasa makanan, masalah ketersediaan pangan, dsb.

Pada blog ini saya akan coba lebih menekankan masalah gizi dan kesehatan. Masalah kesehatan yang terkait gizi di Indonesia semakin kompleks dalam beberapa dekade mendatang, karena Indonesia masih memerlukan waktu yang panjang untuk memerangi kemiskinan yang erat kaitannya dengan kekurangan gizi.

Peran asuhan gizi (nutrition care) sebagai bagian dari perawatan pasien Rumah Sakit, juga semakin penting dengan berkembangnya konsep perawatan pasien dengan pendekatan menyeluruh. Kualitas asuhan gizi di Rumah Sakit sangat menentukan outcome perawatan rumah sakit. Semakin baik kualitas asuhan gizi rumah sakit semakin tinggi tingkat kesembuhan pasien, semakin pendek lama rawat dan semakin kecil biaya perawatan rumah sakit. Akan tetapi asuhan gizi dan peraan ahli gizi rumah sakit belum mendapat perhatian yang memadai karena manajemen dan kualitas pelayanan gizi di rumah sakit masih rendah. 

Untuk bisa mengatasi masalah gizi yang semakin kompleks dengan sumber daya dan dana yang terbatas, diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang memadai bagi ahli gizi dalam manajemen pelayanan gizi baik pasien maupun pada tingkat instalasi gizi rumah sakit. Di samping usaha-usaha promotif dan edukatif dengan melibatkan partisipasi masyarakat luas juga harus menjadi bagian terpadu dari penanganan masalah gizi di Indonesia.

Oleh karena itu, melalui blog ini saya akan berbagi banyak hal mengenai masalah gizi dan kesehatan serta isu-isu perkembangannya. Semoga info-info yang saya berikan dapat bermanfaat bagi saudara sebangsa setanah air dalam penaggulangan masalah gizi dan kesehatan.

Blog Terkait :
ulqigm45.blogspot.com
ahmadsoleman.blogspot.com